* tulisan ini di copy dari buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010
Batasan kesulitan makan pada anak yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakmampuan bayi/anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya secara alami dan wajar, yaitu dengan menggunakan mulutnya secara sukarela. Prevalensi kesulitan makan pada anak prasekolah (usia 4-6 tahun) di Jakarta sebesar 33,6 % dan 44, 5% diantaranya menderita malnutrisi ringan –sedang, serta 79,2 % telah berlangsung lebih dari 3 bulan. George Town University Affiliated program for Child Development (GUAPCD) pada tahun 1971 mendapatkan angka 1971 mendapatkan angka 33,3%, terutama pada anak prasekolah dengan kecacatan. Laporan GUAPCD menyebutkan jenis masalah makan yang terjadi adalah hanya mau makan lumat/ cair (27,3%) kesulitan menghisap, mengunyah, atau menelan (24,1%), kebiasaan makan yang aneh/ganjil (23,4%) tidak menyukai banyak makanan (11,1%), keterlambatan makan mandiri (8%), dan mealtime tantrums (6,1%).
Penyebabnya dibagi dalam 3 kelompok:
Faktor nutrisi yang meliputi kemampuan untuk mengkonsumsi makanan.
Faktor penyakit/kelainan organic
Anamnesis
- Riwayat antenatal dan perinatal
- Riwayat atopi atau kesuulitan makan pada anak
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat perawatan di ruumah sakit , adakah manipulasi daerah orofaring seperti pemberian makanan melalui makan melalui tube
- Kronologis kesulitan makan:
* diet sejak lahir, penggantian formula, pngenalan makanan padat, diet pada aat ini, tekstur,cara dan waktu pemberian, serta posisi saat makan.
*keengganan makan, banyaknya yang dimakan, durasi makan dan kebiasaan makan , strategi yang telah dicoba , dan lingkungan serta kebiasaan saat waktu makan.
-curigai kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut ini:
*gangguan menelan
*pneumonia berulang à aspirasi kronik
*stridor yang berkaitan dengan makan à kelainan glottis atau subglotis
*koordinasi mengisap-menelan-bernapas à atresia koans
*muntah, diare, atau konstipasi, kolik, dan nyeri abdomen à refluks gastroesofagus (GER) atau alergi susu sapi
-Cari factor stress, dinamika keluarga , dan masalah emosional
Pemeriksaan fisis
-Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala
-Penilaian pertumbuhan sejak lahir dengan melihat kurva pertumbuhannya
-abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus dicari
-Pemeriksaaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagai evaluasi perkembangan psikomotor
Pemeriksaan penunjang
-Tidak diindikasikan pada anak dengan pemeriksaan fisis normal, memiliki kurva pertumbuhan yang normal, dan hasil penilaian perkembangan normal.
-Kolik dan muntah kadang-kadang:
*alergi susu sapi dikonfirmasi dengan skin test dan tes radioallergosorbent kurang dapat dipercaya (level of evidence I).
*GER konfirmasi dengan pemerikasaan saluran cerna atas dengan kontras dapat memperlihatkan gambaran bolus saat melewati orofaring dan esophagus dan untuk mendeteksi kelainan anatomis seperti malrotasi.
-Pemantauan pH esophagus bila tidak respon terhadap terapi empiris dengan obat penekanan asam lambung (level of evidence II)
-Kesulitan makan disertai pertumbuhan terhambat memerlukan pemeriksaan menyeluruh:
*pemeriksaan laboratorium lini pertama: darah perifer lengkap, laju endap darah, albumin, protein serum, besi serum, iron binding capacity, dan ferritin serum untuk mendeteksi defisiensi zat gizi spesifik serta menilai fungsi ginjal dan hati.
*antibody antitransglutaminase untuk mendeteksi penyakit celiac
*Esofagoduodenoskopi dan biopsy dapat menentukan ada tidaknya dan tingkat keparahan esofagitis, striktur , dan webs (level evidence II) bila GER tidak jelas.
-Analisis diet : kualitas dan kuantitas asupan makanan harus dinilai untuk menentukan defisiensi kalori, vitamin, trace element, dan kenggenan makan, tnayakan pula konsumsi susu dan jus berlebihan.
-interaksi orangtua dan anak harus dinilai: adakah interaksi positif (misalnya kontak mata, snetuhan, ppujian) atau interaksi negatif (misalnya memaksa makan, mengancam, perilaku anak yang merusak seperti melempar makanan).
-harga perilaku makan anak selama makan , seperti positive reinforcement bila menerima makanan
Tatalaksana
-Bila anak tumbuh dan berkembang secara normal, cukup yakinkan orang tua bahwa tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan.
-Jika pertumbuhan anak terhambat, asupan kalori harus ditingkatkan:
*ASI dapat ditambah susu formula.
*formula bayi dapat dikonsentrasikansampai 24-30 kkal/oz (30 ml), dengan mengurangi jumlah air atau menambahkan polimer glukosa atau minyak sayur.
*makanan padat dapat ditambah dengan mentega , minyak sayur, krim, polimer glukosa, dan susu bubuk (level of evidence III)
-Masalah medis yang menyertai harus ditata laksana tuntas sesuai panduan yang berlaku.
Pemantauan
Terapi: Perubahan perilaku makan anak dan perilaku orang tua dan / atau pengasuh.
Tumbuh Kembang : status gizi membaik sampai menjadi normal
Langkah Promotif/preventif
-Manajemen laktasi yang benar
-Pengenalan makanan yang sesuai dengan tahapan perkembangan bayi
-Jadwal pemberian makanan yang fleksibel sesuai dengan keadaan lapar dan haus yang berkaitan dengan pengosongan lambung
-Hindari makan dengan paksaan
-Perhatikan kesukaan (like) dan ketidaksukaan (dislike), penerimaan (acceptance), da ketidakcocokan (allergy/intolerance)
Klasifikasi kesulitan makan
Abnormalitas struktur
Abnormalitas naso-orofaring : atresia koana, bibir dna langit-langit sumbing, makroglosia, ankiloglosia, Pierre Robin sequence
Abnormalitas laring dan trakea :laryngeal cleft, kista laring, stenosis subglotik, laringotrakeomalasia
Abnormalitas esophagus : fistula trakeoesofagus, atresia atau stenosis esophagus congenital, striktur esophagus, vascular ring
Kelainan perkembangan neurologis
Palsi serebral
Malformasi Arnold- Chiari
Mielomeningocele
Familial dysautonomia
Distrofi otot dan miopati
Sindrom Mobius
Distrofi miotonik congenital
Miastenia gravis
Distrofi okulafaringeal
Gangguan perilaku makan
Feeding disorder of state regulation (0-2 bulan)
Feeding disorder or reciprocity (2-6 bulan)
Anoreksia infantile (6 bulan- 3 tahun)
Sensory food aversions
Gangguan makan yang berkaitan dengan kondidi medis
Gangguan makan pasca trauma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar