Rabu, 11 Mei 2011

Hipertiroid e.c susp. Grave Diseases + Anemia Sedang e.c Susp Hematuri + Hipertensi Grade II(JNC VII) sekunder

Oleh: Nia Nuraeni, S.ked
STATUS PENDERITA
Nama               : Ny. S                                    
J. kelamin        : Perempuan
Umur               : 42 tahun                               
Suku                : Jawa
Status              : menikah                                
Anamnesa
Diambil dari autoanamnesis                         
Tanggal : 6 Januari 2011  Jam : 07.00 WIB
Riwayat Penyakit
Keluhan Utama        :  dada berdebar-debar sejak 3 bulan SMRS
Keluhan Tambahan : tidak bisa tidur, lemas, berat badan menurun, cepat lelah, banyaK berkeringat, tangan dan kaki gemetar, kepala pusing, mata dan kulit pucat. 
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RSAM dengan keluhan  dada berdebar-debar  sejak 3 bulan SMRS. Keluhan disertai tidak bisa tidur, lemas, mengeluh berat badan menurun, cepat lelah, banyak berkeringat, tangan gemetar, kepala pusing.
Selain itu pasien juga mengeluh  sakit pada kedua matanya dan terlihat lebih menonjol.  Selama ini pasien berobat ke puskesmas  dan diberi tahu pasien menderita hipertensi dan berobat rutin, tetapi selama mengalami pengobatan pasien tidak merasakan keluhannya berkurang. Dan 2 hari terakhir  kulit dan mata pasien terlihat pucat.
Akhirnya pasien di rujuk ke poli penyakit dalam RSAM .Pasien tidak memiliki riwayat DM. Pasien juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan suplemen kesehatan tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan pasien belum pernah mendapat transfusi darah sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
Keadaan umum                       : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah            : 160/100 mmHg
Nadi                            : 128 x/menit
Suhu                            : 37,1˚ C
Pernafasan                               : 20 x/menit
Status gizi                               : cukup
Kesadaran                               : Kompos mentis
Sianosis                                   : Tidak ditemukan
Udem Umum              : Tidak ditemukan
Cara Berjalan              : wajar
Mobilitas                                 : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : 40-50 tahunan
PEMERIKSAAN PENUNJAN
LABORATORIUM
DARAH
Hb                                           :           6,9  gr/dl
Leukosit                                  :           10.900 /μl
Hitung Jenis                            :           0/0/0/54/39/7
LED                                        :           28
Trombosit                                :           327.000
Ureum                                     :           41 mg/dl
Creatinin                                 :           0,7 mg/dl
GDS                                        :           115 mg/dl
Asam Urat                               :           3,3 mg
T3                    3          (0,9-2,5)          Hipertiroid : > 3ug/dl
T4                    19,0     (4,65-9,3)        Hipertiroid : > 10,85 ug/dl                        
                                                                        Hiipotiroid  :  < 3,9 ug/dl                        
TSH                 <0,05  (0,25-5)           Hipertiroid : < 0,15 ug/dl                        
                                                                        Hiipotiroid   : > 7 ug/dll
URIN LENGKAP
Warna                                      :           Kuning
Kejernihan                               :           keruh
BJ                                            :           1.020
Ph                                            :           6
Leukosit                                  :           (-)
Nitrit                                       :           (-)
Glukosa                                   :           (-)
Bilirubin                                  :           (-)
Protein                                     :           (-)
Keton                                      :           (-)
Urobilinogen                           :           (-)
Darah samar                            :           250/ eul
Sedimen leukosit                     :           1-3
Eritrosit                                   :           15-25 /LPB
Epitel                                       :           (+)
Bakteri                                                :           (-)
Kristal                                     :           (-)
Silinder                                    :           (-)
DIAGNOSA SEMENTARA
Hipertiroid e.c Susp Graves Disease+ Hipertensi Grade II (JNC VII) sekunder + Anemia sedang e.c Susp Hematuri
DIAGNOSA BANDING
1. Hipertiroid + Anemia sedang e.c susp hematuri+ Hipertensi Grade II(JNC VII) sekunder
2. Tiroid heart diseases + Anemia sedang e.c susp hematuri+ Hipertensi Grade II(JNC VII) sekunder
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Diet Tinggi Kalori Tinggi protein
Infus RL XX gtt/menit
Pro Transfusi PRC 450 cc
PTU 3 X 200 mg
Propanolol 2X 1
PEMERIKSAAN ANJURAN
Morfologi darah
EKG
Ro. Thorak
USG tiroid
Skintrigafi Tyroid
PROGNOSA
Quo Ad vitam                                     : Dubia Ad bonam
Quo Ad functionam                : Dubia Ad bonam
Quo ad Sanctionam                : Dubia ad bonam       
PEMBAHASAN
Apakah dasar diagnosa pada pasien ini?
Diskusi Diagnosis Kerja:
Diagnosa sementara:
Hipertiroid e.c Susp Graves Disease+ Hipertensi Grade II (JNC VII) sekunder + Anemia sedang e.c Susp Hematuri
DASAR DIAGNOSA
ANAMNESA :
Dada berdebar-debar, tidak bisa tidur sejak 3 bulan SMRS, lemas, berat badan menurun, cepat lelah, banyak berkeringat, tangan dan kaki gemetar, kepala pusing , mata dan kulit terlihat pucat.
Index Wyne : 20
Kelelahan : +2
Berdebar : +2
Suka udara panas -5
Keringat berlebihan: +3
Gugup :+2
Nafsu makan naik : +3
Berat badan turun: +3
Tyroid teraba: +3
Exopthalmus: +2
Tremor jari +1
Tangan Basah : +1
Nadi : +3
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva yang anemis
Mata exopthalmus
Teraba tiroid  (grade I)
Kulit pucat
TTV : TD : 160/100
HR : 128 X / menit
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah :
Hb 6,9 gr/dl
T3 dan T4 meningkat
Urine: darah samar 250 /eul, eritrosit 15-25 LPB
Apakah pengobatan terhadap pasien ini sudah sesuai?
Tirah baring
Diet Tinggi Kalori Tinggi protein
Infus RL XX gtt/menit
Transfusi PRC 450 cc
Untuk memblok sintesis T4àT3 : PTU 3 x 200 mg
Untuk mengurangi takikardi dan menghambat perubahan T3àT4: Propanolol 3 x 20 mg
Untuk HT grade II : CCB : Diltiazem 2 x 30 mg
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 – 4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua.dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh kea rah bawah migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di bawah lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tapi pada beberapa keadaan masi menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar disepanjang jalan tersebut yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus. Branchial pouch keempat ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan asal mula sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin.(1)  
Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat kembali. Perrtama bahwa hormon yang aktif ialah free­­­-hormon, kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4 , ketiga bahwa distribusi ensim deyodinasi I, II, dan III(DI, DII,DIII) di berbagai organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal dan tiroid, DII utamanya di otak, hipopisis dan DIII hamper seluruhnya ditemukan dijaringan fetal (otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU (9)
Anatomi    
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap geraka menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah cranial, yang merupakan cirikhas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk apakan suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar toriod di leher. Setiap lobus tiroid yang berbentk lonjing berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm, dan tebal 1-1,5 cm.(1) Berat kelenjar tiroid normal pada orang dewasa adalah sekitar 15-20 gram.(2)
Biasanya berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.(1)
Permukaan medial tiap lobus dibentuk diatas laring dan trekea. Dari superficial kelenjar ini ditutupimoleh m.sternothyroideus, m.sternohyoideus, dan dibawah olah batas anterior m.sternocleidomastoideus. Dari superior kelenjar ini berhubungan dengan m.cricothyroid. Ramus eksternus n.laringeus superior berjalan profunda terhadap bagian kelenjar tiroid. Di posterolateral, tiroid berhubungan dengan sarung karotis n.laringeus rekuran dan esophagus. Titik anatomi ini penting dalam pendekatan bedah kelenjar tiroid sehingga jelas n.laringeus rekuren dan n. leringeus superior tidak boleh rusak selama operasi tiroid. (3)
Vaskularisasi kelenjar tiroid ini berasal a.thyroidea superior yang berasal dari a.carotis communis atau a.carotis eksterna, a.thyroidea inferior, yang berasal dari a.subclavia, dan a.thyroid ima yang berasal dari a.braciocefalik salah satu cabang arcus aorta.(1)
Peningkatan aliran darah dalam arteri ini, yang membesar dalam tyrotoksikosis sering menyebabkan bising (bruit thyroidea).(3)
Sistem vena kelenjar tiroid berasal dari pleksus perifolikuler yang menyatu dipermukaan membentuk v.thyroidea superior, lateral dan inferior.(1)
Fisiologis kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid merupakan satu satunya tempat dimana hormon tiroid dibuat yang mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh dengan cara:
Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein
Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Dan biosintesis hormon ini dimulai dengan pengambilan unsure iodium dari plasma dan selesai dengan sekresinya di dalam darah. Koloid bertindak sebagai tempat penyimpanan hormone. Faal kelenjar diatur oleh susunansaraf ( hipofisis dan hipotalamus ) dan kadar hormone dalam darah dengan mekanisme umpan balik negative (feed back negative).(2)
Tahapan sintesis hormon tiroid adalah sebagai berikut:
Trapping
Sel folikel secara aktif mengambil iodide dari sirkulasi. Rata–rata ambilan iodide adalah 100-200µg/hari.Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.(2)
Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). (2) Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar  iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.(2)
Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula. (2)
Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH. (2)
Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium. (2)
Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT. (2)
Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. (2)
Tirotoksikosis dan hipertiroidisme
Perlu dibedakan antara tirotoksikosis dan hipertiroidisme. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini menyebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH menyebabkan tiroid meningkat.
Penyebab tirotoksikosis
Penyebab paling sering tirotoksikosis adalah penyakit grave sisanya karena gondok multinoduler toksik dan adenoma toksik. Ciri morbus grave adalah : hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. Rokok ternyata faktor resiko grave pada wanita.
Diagnosis tirotoksikosis
Gejala dan tanda umum : tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat.
Gastrointestinal : hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali.
Muskular : rasa lemah
Genitourinaria : oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomastia
Kulit : rambut rontok, berkeringat, kulit basah
Psikis dan saraf : labil, iritabel, tremor, psikosis, hipertensi, aritmia, palpitasi
Jantung : limfositosis, anemia, leher membesar.

Struma difus toksik (Grave’s Disease)
Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri (Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).

Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat (Mansjoer, 2001).

Pengobatan
Prinsip pengobatan : tegantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedia modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko pengobatan dsb. Dikelompokan dalam :
Tirostatika
Terpenting adalah kelompok tiomidazol (CBZ, carbimazol 5mg, MTZ metimazol atau tiamazol 5,10,30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun.
Proses pemberian dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis di titrasi sesuai dengan respon klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk dilihat apakah ada remisi.
Ada dua metoda dalam penggunaan OAT ini, pertama berdasarkan titrasi yaitu dengan memberikan dosis besar dan kemudian sesuai dengan keadaan klinis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.
Kedua sebagai blok-substitusi, dalam metode ini pasien diberikan dosis besar terus menerus dan apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai eutiroidisme pulih kembali. Rasional cara kedua ini yaitu bahwa dosis tinggi dan lama memberi kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari penyakit graves.
Efek samping yang sering adalah rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, dan yang paling ditakuti adalah agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat.
Tiroidektomi
Prinsip umum adalah operasi baru dikerjakan setelah pasien dalam keadaan eutiroid klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks, mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ithsmus dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Setiap pasien setelah operasi harus dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak disiapkan dengan baik dapat menyebabkan adanya krisis tiroid dengan mortalitas yang tinggi.
Yodium radioaktif (RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid sebaiknya pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid. Dosis RAI berbeda : ada yangbertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambahkan tiroksin sebagai substitusi. Kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasinya ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas.

Pemeriksaan penunjang
a. Scanning tiroid : Presentasi uptake dan I131 yang didistribusikan tiroid.
Dari uptake dapat ditentukan fungsi tiroid, Uptake normal, 15-40% dalam 24 jam. Dikatakan Hot area jika hasil uptake > normal, hal ini jarang pada neoplasma
Misal pada : struma adenomatosa, adenoma toksik, radang neoplasma.
dan pada Cold area : uptake < normal, sering pada neoplasma. Cold area curiga ganas jika ditemukan moth eaten appearance, pada pria usia tua / anak-anak. Contoh : kista, hematoma/perdarahan, radang neoplasma.
b. Ultrasonografi : untuk membedakan kelainan kistik / solid (neoplasma biasanya solid).
c. Radiologik Foto leher, foto soft-tissue, foto thorak, bone scanning.
d. Fungsi tiroid - BMR : (0,75 x N) + (0,74 + IN) – 72% - PB I mendekati kadar hormone tiroid, normal 4-8 mg% - Serum kolesterol meningkat pada hipertiroid (N: 150-300 mg%). - Free tiroksin index : T3/T4 - Hitung kadar FT4¬, TSH, Tiroglobulin, dan Calsitonin bila perlu.
e. Potong beku
f. Needle biopsy - Large Needle Cutting Biopsy : jarum besar, sering perdarahan. - Fine Needle Aspiration Biopsy : jarum no 22.
g. Termografi Yaitu suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai dynamic telethermografi. Pemeriksaan khusus pada curiga keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila < 0,9°C. Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
h. Petanda tumor Yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 mg/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Tiroiditis
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –itis menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam penyebab. Bila dilihat dari aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis akut (muncul mendadak atau durasi penyakit singkat), tiroiditis subakut (antara akut dan kronik) dan tiroiditis kronik (durasi penyakit lama).

Berdasarkan penyebabnya, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis karena infeksi, tiroiditis autoimun, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis karena obat-obatan dan tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya nyeri, dibagi menjadi tiroiditis dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri. Tiroiditis yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis postpartum (timbul setelah melahirkan).

Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Tiroiditis postpartum juga disebabkan oleh proses autoimun tapi termasuk tiroiditis subakut tanpa nyeri. Jika jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel-sel limfosit.

Untuk tiroiditis Hashimoto, gambaran klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar hormone tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya berubah menjadi hipotiroid (kadar hormone menurun) berkepanjangan. Untuk tiroiditis postpartum, gambaran klinisnya diawali dengan hipertiroid lalu hipotiroid dan berakhir menjadi normal.

Sebagian besar tiroiditis disebabkan oleh autoimun tetapi ada pula tiroiditis yang tidak diketahui penyebabnya yaitu tiroiditis Riedel. Pada tiroiditis ini kelenjar tiroid mengalami fibrosis (pembentukan jaringan parut) sehingga teraba keras seperti papan tapi tidak nyeri. Tiroiditis karena infeksi sudah jelas penyebabnya karena kuman, bias bakteri, jamur atau virus. Tiroiditis karena infeksi ini biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami imunokompromais (system kekebalan tubuh yang lemah) dan jarang sekali orang normal mengalami infeksi pada kelenjar tiroid.

Kelenjar tiroid termasuk organ yang sulit terkena infeksi karena memiliki kapsul pelindung yang sulit ditembus oleh kuman, kelenjar tiroid juga banyak mengandung iodine dan juga dialiri oleh banyak pembuluh darah (vaskularisasi baik) sehingga sulit ditumbuhi oleh kuman.

Gejala umum dari tiroiditis sangat bervariasi serta polanya tergantung dari jenis tiroiditisnya. Semua jenis tiroiditis yang aktif memiliki gambaran radang, namun ada yang mengalami nyeri dan ada yang tidak. Biasanya pasien datang dengan keluhan pembesaran kelenjar tiroid, untuk tiroiditis Hashimoto dan postpartum gejala awal yang timbul merupakan gejala hipertiroid yang ringan. Gejala itu berupa jantung terasa berdebar, sulit tidur, banyak keringat dan berat badan menurun. Sedangkan gejala local yang dirasakan pada kelenjar tiroid dan sekitar leher adalah rasa nyeri (bagi sebagian orang), sulit menelan, leher terasa tertekan, tegang pada leher bagian depan dan kadang terganggu jalan nafasnya.

Karena sebagian besar tiroiditis disebabkan oleh proses autoimun maka sulit diketahui persis penyebabnya yang berakibat susah untuk mengobatinya kecuali untuk mengobati gejalanya saja. Jadi pengobatan tiroiditis bersifat simptomatik yaitu untuk mengatasi keluhan. Jika dating dengan rasa nyeri maka pengobatannya adalah dengan memberikan obat anti nyeri atau anti radang.

Untuk tiroiditis Hashimoto yang akhirnya menjadi hipotiroid maka pengobatannya adalah dengan memberikan hormone tiroid sesuai kebutuhannya. Untuk tiroiditis postpartum biasanya pasien dapat kembali normal dalam waktu 6-8 bulan dengan sendirinya tanpa perlu dilakukan tindakan atau pengobatan khusus. Untuk tiroiditis Riedel karena bentuknya keras dan mempunyai efek desak ruang, susah menelan, tidak nyaman, tegang, terganggu napasnya, maka disarankan untuk menjalani operasi pembuangan sebagian jaringan tiroid. Selain itu ada modalitas terapi lain yang bias dilakukan yaitu pemberian obat-obatan seperti glukokortikoid, metotrexat, dan tamoxifen yang biasanya berhasil pada fase-fase awal.

Kasus tiroiditis paling banyak ditemukan pada usia sekitar 30-50 tahun dengan penderita lebih banyak ditemukan pada kaum perempuan. Penyakit tiroiditis dipastikan dengan pemeriksaan antibodi Tiroid Piroksidase (anti-TPO) yang positif pada 90-95% kasus. Pada tiroiditis infeksi, frekuensi penderita pria dan wanita sama.

DAFTAR PUSTAKA

R Djokomoeljanto. KELENJAR TIROID, HIPOTIROIDISME, DAN HIPERTIROIDISME. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 4 hal 1955-1965.
Huriawati hartanto.  ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID.. Penyakit kelenjar tiroid hal 1-12.
Jhon R Farndon,MB.,B.S. GLANDULA THYROIDEA. SABISTON jilid 1 page 415-430.
Orlo H. Clark,MD THYROID & PARATHYROID.  Current surgical diagnosis & treatment 11th edition page 298-307
Sudoyo, A. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI. Jakarta. Hal 1937-1939.
W, Aru. Sudoyo, et all. 2006. Ilmu Peyakit Dalam Ed IV Jilid I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
Aziz, A. Rani, et all. 2008. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
Wilson, M Lorraine. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta
PROTAP SMF PENYAKIT DALAM RSUD Dr. H ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar