Sabtu, 15 Mei 2010

Catatan kecil seorang calon dokter

Di Bumi Allah dalam amanah yang diberikanNya

Assalamu’alaikum wr.wb
Syukur Alhamdulillah selalu terucap atas rahmat Allah SWT yang begitu besar nikmatnya, dan tidak terbayangkan bagaimana hipotalamus bekerjasama dengan hipofisis dalam mengatur tubuh ciptaanNya serta setiap sel pun bertasbih kepadaNya.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni seorang ayah, pemimpin bahkan sebagai dokter yang mengajarkan dengan sunnahnya bagaimana manusia dapat hidup sehat.

Satu hal terbayang ketika melihat pendidikan dokter sekarang ini yang teringat adalah wajah Bu Menkes yang selalu semangat turun ke lapangan apabila terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). Izinkan saya untuk menyampaikan aspirasi dalam bentuk surat cinta ini dengan judul Akankah Sebuah Jas Putih Harus di Jual Beli?

Kondisi yang saya tulis dalam untaian kata untuk Bu menkes yang InsyaALLAH selalu di sayangi ALLAH SWT merupakan apa yang ada dihati seorang anak yang memiliki cita-cita besar untuk mewujudkan Indonesia Sehat dengan menyelesaikan pendidikannya demi sebuah gelar dokter. Ketika sebuah cita-cita terhalang oleh duri yang besar dan tajam dan harus di singkirkan agar sebuah cita-cita dapat berjalan mulus. Ketika seorang satpam harus mencari uang sebesar 12 juta dalam waktu dua minggu yang ingin melihat anaknya memakai jas putih. Hal ini tidak sekali terjadi tetapi ini adalah tahapan akhir setelah seorang ayah selesai menyelesaikan tugasnya untuk membiayai anak kesayangannya untuk mendapatkan gelar S.Ked. Apakah salah seorang satpam ingin memiliki anak dokter yang terkenal pendidikan dokter adalah sekolah untuk orang-orang kaya? Mungkin sebagian orang tertawa dan menyalahkan ayah tersebut yang tidak tahu diri atau bahkan nekad. Tetapi untuk sebuah cita-cita harus memiliki tekad besar agar bisa terwujud.
Mungkin ini bukan masalah yang harus diselesaikan menteri kesehatan tetapi menteri kesehatan dan majelis kedokteran Indonesia memiliki andil untuk menciptakan sumber daya dokter yang berkualitas serta memiliki daya saing yang tidak kalah hebat dengan dokter-dokter luar negeri disaat maraknya era globalisasi rumah sakit Internasional dimana dokter-dokter asing bebas masuk ke negeri kita tercinta Indonesia, bahkan Indonesia dapat menyumbangkan tenaga dokter yang beriptek dan berimtaq. Karena profesi dokter adalah profesi yang sangat erat hubungannya dengan hati. Disinilah peran agama sangat mendukung untuk menciptakan dokter-dokter yang bertaqwa dan membantu orang dengan sepenuh hati.

Pendidikan kedokteran berkembang seiring dengan perkembangan zaman karena kedokteran merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan begitu kompleksnya tubuh manusia dari segi biologis maupun sosial. Tetapi dengan pendidikan yang begitu kompleks permasalahan yang muncul dalam pendidikan dokter juga tidak kalah kompleksnya. Dalam kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sedikit aspirasi saya, secuil masalah dalam pendidikan dokter yang efeknya sangat besar demi terciptanya SDM-SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing Internasional.

Masalah yang ada dalam pendidikan dokter adalah biaya pendidikan yang tinggi. Biaya pendidikan dokter sekarang ini puluhan juta bahkan ratusan juta, belum lagi kebutuhan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dan memperoleh skill. Buku Sabotta, Nelson, Schwartz dan text book lainya yang harganya jutaan, serta masih banyak kebutuhan penunjang untuk mendapat gelar dokter. Tidak bisa dipungkiri biaya bukan permasalahan tetapi segala sesuatu sudah diukur dengan uang sehingga tidak sedikit kasus yang muncul kepermukaan yaitu asal seseorang memiliki uang banyak ia bisa menyekolahkan anaknya demi mendapat gelar dokter namun tidak berkualitas karena ilmu kedokteran tidak bisa dibeli tetapi butuh orang yang memiliki hati dan mau bekerja keras dan menerapkan pemahaman ilmu kedokterannya untuk mensejahterakan masyarakat, tanpa melihat berapa bayaran yang ia terima dalam melakukan tugasnya.

Alhasil apa yang terjadi sekarang kasus malpraktek sudah menjadi hal biasa dalam pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Bahkan masyarakat Indonesia menganggap hal yang tidak aneh terjadi ketika seorang dokter mau menerima pasien yang mau membayarnya mahal karena biaya yang dikeluarkan dokter tersebut untuk memiliki izin praktek sangat mahal sehingga ada kewajiban seorang dokter tersebut untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya. Kita tidak bisa menutup sebelah mata atau bahkan kita tidak care dengan permaslahan yang terjadi di negeri kita tercinta. Ketika banyak masyarakat lebih memilih jalur alternatif yang kadang belum pernah diteliti tetapi apa mereka menerapkan prinsip hubungan dokter pasien yang baik. Image ini sudah terpatri pada diri masyarakat Indonesia bahkan mereka lebih bangga berobat ke luar negri

Saya ingin dalam masalah ini adalah harapannya Bu Menkes yang saya cintai dapat menyalurkan aspirasi dari golongan minoritas yang ingin berhasil dan meraih cita-cita sama dengan golongan-golongan anak pejabat atau tuan tanah. Karena kesempatan untuk menjadi dokter bukan hanya milik orang kaya tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kecerdasan luar biasa dan memiliki hati nurani dan jiwa seorang dokter. Harapan besar kami Bu Menkes dapat menyampaikan pesan ini kepada dinas pendidikan serta bantuan nyatanya dalam menujang pendidikan dokter dari segi sarana maupun perhatian besar dalam menciptakan dokter-dokter yang beriptek dan berimtaq.

Menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas memang bukan hal yang mudah tetapi apabila hal ini dikerjakan dengan niat dan kerjasama yang baik antara departemen kesehatan dan departemen pendidikan mudah-mudahan dapat meningkatkan kualitas negeri kita tercinta dan meningkatakan kesejahteran masyarakat Indonesia tentunya.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S. Al-Baqarah 216) dan “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar Ra’d 11). 

Bandar lampung, September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar